Rabu, 29 Februari 2012

Asuhan Keperawatan Pasien Aterosklerosis


14 May
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. DEFINISI / PENGERTIAN
Arteriosklerosis atau pengerasan arteri adalah suatu proses dimana serabut otot dan lapisan endotel arteri kecil dan arteriola mengalami penebalan. Aterosklerosis merupakan proses yang berbeda yang menyerang tunika intima arteri besar dan medium. Proses tersebut meliputi penimbunan lemak, kalsium, komponen darah, karbohidrat dan jaringan fibrosa pada tunika intima arteri. Penimbunan tersebut dikenal sebagai “ateroma” atau “plak”.
2. ETIOLOGI / FAKTOR RISIKO
a. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi : usia diatas 40 tahun dan jenis kelamin laki-laki.
b. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi : diet tinggi lemak / kolesterol, tekanan darah tinggi, diabetes melitus dan merokok.
1) Diet tinggi lemak : lemak, yang tak larut dalam air, terikat dengan lipoprotein yang larut dalam air, yang memungkinkan dapat diangkut dalam system peredaran darah. Tiga elemen metabolisme lemak antara lain : kolesterol total, LDL, HDL. LDL menyebabkan efek berbahaya pada dinding arteri dan mempercepat proses aterosklerosis.
2) Hipertensi dapat mempercepat pembentukan lesi aterosklerotik pada pembuluh darah bertekanan tinggi, dapat menyebabkan stroke.
3) Diabetes Melitus juga mempercepat proses aterosklerotik dengan menebalkan membran basal pembuluh darah besar maupun kecil.
4) Merokok adalah salah satu faktor risiko yang paling kuat. Nikotin akan menurunkan aliran darah ke ekstremitas dan meningkatkan frekuensi jantung dan tekanan darah dengan menstimulasi system saraf simpatis. Selain itu nikotin juga meningkatkan kemungkinan pembentukan bekuan darah dengan cara meningkatkan agregasi trombosit. Karena karbon monoksida mengikat hemoglobin lebih cepat dibandingkan oksigen maka hal tersebut dapat menurunkan jumlah oksigen jaringan. Jumlah rokok yang dihisap berbanding langsung dengan parahnya penyakit. Menghentikan rokok dapat menurunkan risiko.
5) Faktor lain seperti obesitas, stres, dan kurang gerak diidentifikasi ikut berperan dalam psoses penyakit ini. Semakin banyak factor risiko yang dimiliki, semakin tinggi pula kemungkinan terjadinya penyakit ini.
3. PATOFISIOLOGI
Akibat langsung aterosklerosis pada arteri meliputi penyempitan (stenosis) lumen,obstruksi oleh trombosis, aneurisma (dilatasi abnormal pembuluh darah), ulkus dan ruptur. Akibat tidak langsungnya adalah malnutrisi dan fibrosis organ yang disuplai oleh arteri yang sklerotik tersebut. Semua sel yang berfungsi aktif memerlukan suplai darah yang kaya akan nutrisi dan oksigen dan peka terhadap setiap penurunan suplai nutrisi tersebut. Bila penurunan tersebut berat dan permanen, sel-sel tersebut akan mengalami nekrosis (kematian sel akibat kekurangan aliran darah) dan diganti oleh jaringan fibrosa yang tidak memerlukan banyak nutrisi. Aterosklerosis terutama mengenai arteri utama sepanjang percabangan arteri biasanya berbentuk bercak-bercak. Cabang arteri yang terkena biasanya pada bagian bifurkasio. Banyak teori berusaha menjelaskan mengapa dan bagaimana ateroma terbentuk. Lesi utama yaitu ateroma merupakan plak lemak dengan penutup jaringan fibrosa perlahan-lahan menutup lumen pembuluh darah. Tidak satupun teori yang secara lengkap menjelaskan patogenesisnya, namun beberapa bagian dari berbagai teori tersebut dapat dikombinasikan menjadi teori “Reaksi terhadap Cedera.” Menurut teori ini cedera sel endotelial pembuluh darah diakibatkan oleh gaya hemodinamika berkepanjangan seperti gaya-gaya robekan dan aliran turbulensi, radiasi, bahan kimia, atau hiperlipidemia kronis terjadi pada system arteri. Cedera pada endotelium meningkatkan agregasi trombosit dan monosit pada tempat cedera. Sel otot polos akan bermigrasi dan berploriferasi sehingga terbentuklah matriks kolagen dan serabut elastis. Mungkin tidak ada penyebab atau mekanisme tunggal dalam pembentukan aterosklerosis melainkan melibatkan berbagai proses. Secara morfologis lesi aterosklerosis terdiri atas dua jenis : bercak lemak dan plak fibrosa. Bercak lemak berwarna kuning dan halus, sedikit menonjol kedalam lumen arteri dan tersusun atas lemak dan sel-sel otot polos yang memanjang. Lesi seperti ini dapat dijumpai pada semua kelompok umur termasuk anak-anak. Belum jelas apakah bercak lemak tersebut merupakan predisposisi pembentukan plak fibrosa atau dapat menghilang lagi. Biasanya tidak menimbulkan gejala klinis. Plak fibrosa merupakan ciri khas aterosklerosis, tersusun oleh sel otot polos, serabut kolagen, komponen plasma dan lemak. Berwarna putih sampai kuning keputihan dan menonjol dalam berbagai derajat ke lumen, sampai suatu saat tonjolan tersebut menyumbat. Plak ini terutama ditemukan di aorta abdominal, arteri koroner, poplitea dan karotis interna. Plak ini dianggap tidak reversible. Penyempitan bertahap lumen arteri saat proses penyakit berkembang, menstimulasi perkembangan sirkulasi kolateral. “jalan pintas” pembuluh darah tersebut memungkinkan perfusi berlanjut ke jaringan di bagian atas sumbatan arteri, tetapi biasanya tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan metabolismenya dan terjadilah iskemia. Pembuluh kolateral bisa memenuhi kebutuhan jaringan atau bisa juga tidak. Skema patofisiologi penyakit dikaitkan dengan munculnya masalah keperawatan dapat dilihat pada lampiran.
4. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala klinis akibat aterosklerosis tergantung pada organ atau jaringan yang terkena. Aterosklerosis koroner (penyakit jantung), angina dan infark miokardium dibahas tersendiri oleh kelompok lain. Bila mengenai otak dapat menyebabkan penyakit serebrovaskuler seperti iskemia serebral transien atau TIA dan stroke. Pada aorta dan lesi aterosklerotik pada ekstremitas juga dapat terjadi. Bila terjadi oklusi atau sumbatan pada arteri perifer maka akan timbul gejala seperti nyeri saat aktifitas dan hilang saat istirahat (klaudisio intermiten), nyeri yang terus menerus (saat istirahat) dapat terjadi jika oklusi semakin berat dan terjadi iskemia kronis. Perubahan warna kulit seperti menjadi pucat atau sianosis dan pada palpasi terasa dingin. Akibat suplai nutrisi yang kurang akan terjadi tanda-tanda hilangnya rambut, kuku rapuh, kulit kering dan bersisik, atropi dan ulserasi. Bisa juga terjadi edema bilateral atau unilateral akibat posisi ekstremitas yang terlalu lama menggantung.
5. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan aterosklerosis secara tradisional tergantung pada modifikasi faktor risiko, obat-obatan dan prosedur bedah tandur (penggabungan dua pembuluh darah yang masih memiliki aliran bagus). Pemberian obat-obatan untuk menurunkan kadar lemak darah disertai modifikasi diet dan latihan. Jenis obat yang digunakan antara lain : sekuestran asam empedu (kolestiramin atau kolestipol), asam nitrotinat, statin lovastatin, mavastin dan simpastatin), asam fibrat (gemfibrosil) dan terapi penggantian estrogen. Prosedur bedah tandur dilakukan berdasarkan pada angiogram yang dapat memperlihatkan tingkat obstruksinya. Prosedur bedah vaskuler dibagi menjadi 2 kelompok yaitu inflow yang menyuplai darah dari aorta ke arteri femoralis, dan prosedur outflow yang menyuplai darah ke pembuluh di bawah arteri femoralis. Bila obstruksi terletak setinggi aorta atau arteri iliaka, diperlukan inflow darah yang baru. Prosedur bedah pilihan adalah tandur aorta iliaka. Bila mungkin anastomosis bagian distalnya disambungkan pada arteri iliaka, sehingga seluruh prosedur pembedahan dapat dikerjakan seluruhnya dalam abdomen. Namun bila arteri iliaka mengalami penyumbatan atau aneurisma, anastomosis distalnya harus disambungkan ke arteri femoralis (aorta bifemoral). Bila dilakukan inflow pada pasien namun kondisi pasien tersebut tidak memungkinkan untuk pembedahan abdomen, yang dapat menyebabkan berbagai variasi tekanan darah dan memerlukan waktu pembedahan yang lama, maka dapat dilakukan prosedur inflow dari arteri aksilaris ke arteri femoralis. Kedua arteri aksilaris dapat dipakai untuk inflow. Hal ini penting karena kebanyakan pasien tersebut juga mengalami penyumbatan pembuluh darah seperti gagal ginjal kronis yang memerlukan cuci darah. Misalnya, bila digunakan arteri aksilaris kanan, maka dapat disambungkan ke tandur yang disambungkan ke arteri femoralis kiri (bila arteri femoralis ini adekuat) untuk menyuplai kedua tungkai. Jadi pasien menerima tandur aksiler-femoral dari kanan ke kiri. Apabila kedua sisi memerlukan darah, maka tandur aksiler-bifemoral lebih diutamakan. Apabila penyumbatan aterosklerosis terletak di bawah ligamen inguinalis di arteri femoralis superfisialis, pembedahan pilihannya adalah tandur femoral popliteal. Bila anastomosis distal dilakukan di atas lutut mungkin perlu dipakai bahan prostetis untuk tandur. Namun bila anastomosis distalnya di bawah lutut, yang diperlukan adalah tandur vena safena agar tetap paten. Pembuluh darah yang tersumbat di daerah tungkai bawah dan pergelangan kaki juga memerlukan tandur. Terkadang seluruh arteri poplitea tersumbat dan hanya terdapat sirkulasi kolateral. Oleh sebab itu tandur dibuat dari femoral ke arteri tibialis atau arteri peroneal. Tandur memerlukan vena asli agar tetap paten. Vena asli adalah vena autolog, biasanya vena safena magna atau parva atau kombinasi keduanya untuk memperoleh panjang yang diperlukan. Kepatenan tandur ditentukan oleh berbagai hal mencakup ukuran tandur, lokasi tandur, dan terjadinya hiperplasi lapisan intima pada tempat anastomosis. Berbagai teknik sinar X terbukti sebagai terapi yang dianjurkan pada prosedur pembedahan. Angioplasti laser adalah teknik dimana gelombang cahaya yang kuat disalurkan malalui kateter serat optic. Gelombang laser akan memanaskan ujung kateter perkutan dan menguapkan plak aterosklerosis. Alat artektomi rotasional dapat mengangkat lesi dengan mengabrasi plak yang telah menyumbat arteri secara total. Kelebihan laser, angioplasty dan artektomi adalah waktu untuk dirawat di rumah sakit menjadi singkat
B. KONSEP DASAR ASKEP
1. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Data yang harus dikaji pada pasien yang mengalami aterosklerosis atau arteriosklerosis sangat tergantung pada lokasi yang terkena. Bila pembuluh darah koroner yang terkena maka tanda dan gejala klinisnya sesuai dengan tanda dan gejala klinis angina pectoris atau infark miokard akut. Bila otak yang terkena maka tanda dan gejala klinis yang dikaji sesuai dengan kasus stroke. Penyakit angina pectoris, infark miokard dan stroke akan dibahas tersendiri. Pengkajian keperawatan yang akan kami fokuskan disini adalah gangguan perfusi perifer selain yang mengenai organ tersebut di atas. Data subyektif yang mungkin didapat : nyeri mendadak atau dirasakan pilu, kram, kelelahan atau kelemahan. Nyeri istirahat bersifat menetap, ngilu, dan tidak nyaman dan biasanya terjadi di bagian distal ekstremitas. Perasaan dingin atau baal pada ekstremitas terjadi akibat penurunan aliran arteri. Kaji pula tingkat pengetahuan pasien tentang perawatan penyakitnya. Data obyektif yang mungkin didapat : ekstremitas yang terkena akan tampak pucat saat ditinggikan dan sianosis saat tergantung. Warna dan suhu ekstremitas dicatat. Perubahan kulit dan kuku, ulkus, gangren dan atropi otot bisa tampak jelas. Kuku mungkin menebal dan keruh, kulit mengkilap, atropi dan kering disertai pertumbuhan rambut yang jarang. Denyut nadi perifer dapat melemah atau hilang sama sekali.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN / POTENSIAL KOMPLIKASI
a. Bila mengenai jaringan perifer ;
1) Gangguan perfusi jaringan perifer b.d gangguan sirkulasi.
2) Nyeri b,d gangguan kemampuan pembuluh darah menyuplai oksigen ke jaringan,
3) Risiko kerusakan integritas kulit b.d gangguan sirkulasi.
b. Bila dilakukan tindakan pembedahan
 Pra Bedah :
4) Ansietas b.d rencana pembedahan yang kompleks.
 Post Bedah :
5) Nyeri akut b.d diskontinuitas jaringan/saraf saraf akibat luka operasi.
6) Risiko infeksi b.d adanya port de entry (luka operasi)
7) Risiko kerusakan integritas kulit b.d luka operasi.
c. Bila dianjurkan modifikasi gaya hidup :
8) Kurang Pengetahuan tentang modifikasi gaya hidup b.d kurang informasi.
3. RENCANA INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Bila mengenai arteri perifer.
1) Gangguan perfusi jaringan :
 Pantau tanda-tanda kecukupan perfusi jaringan.
 Anjurkan untuk menurunkan ekstremitas di bawah jantung.
 Dorong pasien melakukan latihan jalan atau latihan ekstremitas bertahap.
 Jaga suhu hangat dan hindari suhu dingin.
 Anjurkan pasien untuk tidak merokok.
 Beri penyuluhan cara menghindari gangguan emosi dan penatalaksanaan stres.
 Anjurkan untuk menghindari menyilang kaki.
2) Mengatasi nyeri :
 Kaji respons pasien terhadap nyeri.
 Jelaskan penyebab nyeri.
 Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi.
 Kolaborasi pemberian analgetik.
3) Mencegah kerusakan integritas kulit :
 Pantau tanda-tanda kerusakan integritas kulit.
 Instruksikan cara menghindari trauma terhadap ekstremitas.
 Dorong pemakaian sepatu dan bantalan pelindung pada daerah yang tertekan.
 Dorong pasien agar menjaga hygiene dengan ketat, mandi dengan sabun netral, mengoleskan pelembab, memotong kuku dengan hati-hati.
 Jelaskan dan anjurkan tentang asupan nutrisi yang baik, suplemen vitamin B dan C yang adekuat dan protein, serta mengontrol obesitas.
b. Bila dilakukan pembedahan Pra Bedah :
4) Menurunkan ansietas :
 Kaji dan pantau tanda ansietas yang terjadi.
 Jelaskan prosedur pembedahan secara sederhana sesuai tingkat pemahaman pasien.
 Diskusikan ketegangan dan harapan pasien.
 Perkuat faktor-faktor pendukung untuk mengurangi ansiates.
Post Bedah :
5) Mengatasi nyeri akut :
 Kaji dan pantau tanda-tanda nyeri.
 Jelaskan penyebab nyeri.
 Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi.
 Kolaborasi pemberian analgetik.
6) Risiko infeksi :
 Kaji dan pantau tanda-tanda infeksi.
 Jelaskan hal-hal yang harus dihindari agar luka tidak infeksi.
 Rawat luka dangan teknik sepsis dan asepsis.
 Kolaborasi pemberian antibiotika.
7) Risiko kerusakan integritas kulit :
 Kaji dan pantau tanda-tanda kerusakan integritas kulit.
 Anjurkan untuk selalu menjaga agar luka tetap kering dan bersih.
 Anjurkan diet dengan makanan bergizi tinggi dan suplemen vitamin.
 Kolaborasi obat untuk mempercepat pertumbuhan jaringan kulit.
c. Jika dianjurkan modifikasi gaya hidup :
8) Kurang pengetahuan tentang cara memodifikasi gaya hidup.
 Kaji tingkat pengetahuan pasien.
 Jelaskan cara-cara memodifikasi gaya hidup (diet dan latihan).
 Diskusikan hambatan dan dukungan dalam memodifikasi gaya hidup.
4. IMPLEMENTASI
Dilaksanakan sesuai dengan intervensi yang disusun dalam rencana keperawatan
5. EVALUASI KEPERAWATAN
a. Bila mengenai jaringan perifer :
1) Gangguan perfusi jaringan : suplai darah arteri ke ekstremitas meningkat (teraba hangat, warna kemerahan/tidak pucat).
2) Nyeri : pasien mengalami penurunan nyeri dan menggunakan analgetik dengan baik.
3) Kerusakan integritas kulit : integritas kulit terjaga, tidak terjadi trauma dan iritasi kulit.
b. Bila dilakukan pembedahan Pra bedah :
4) Ansietas : tanda dan gejala ansietas menurun.
Pasca bedah :
5) Nyeri akut : nyeri pasca bedah terkontrol.
6) Risiko infeksi : infeksi luka operasi tidak terjadi.
7) Risiko kerusakan integritas kulit : kulit tampak terawat baik, integritas kulit terjaga.
c. Bila dianjurkan modifikasi gaya hidup :
8) Kurang pengetahuan : pemahaman pasien meningkat, pasien menunjukkan mengikuti anjuran modifikasi gaya hidup dengan baik.

Rabu, 22 Februari 2012

ASKEP KARDIOVASKULER

CARA MENGHITUNG KADAR KOLESTEROL


Kelebihan berat badan memang bisa menandakan tingkat kolesterol tinggi dalam tubuh. Tapi, perlu Anda tahu, tubuh kurus atau ideal tidak berarti terbebas dari kolesterol tinggi.
Pola hidup tidak teratur menjadi penyebab utama dari kolesterol tinggi. Seperti kebiasaan merokok, terlalu banyak makanan tinggi lemak, tidak berolah raga, dan stres, berarti besar kemungkinan  terkena kolesterol tinggi.
Bagi Anda yang berusia di atas 20 tahun, setiap lima tahun sekali perlu melakukan tes darah untuk mengukur jumlah kolesterol. Untuk memperoleh hasil akurat, sebaiknya jangan makan selama 12 jam sebelum pemeriksaan. Berikut ini hasil pemeriksaan kadar kolesterol normal.
- LDL (Low Density Lipoprotein)
Baik:  Kurang dari 130 mg/dl
Lebih baik: Kurang dari 100 mg/dl
Untuk mencapai batas normal
Kurangi makan: Lemak jenuh, lemak trans, makanan berkolesterol tinggi.
Perbanyak makan: Lemak tak jenuh tunggal (avokad dan omega 3, seperti ikan).
Lakukan:  Penurunan  berat badan.
- HDL (High Density Lipoprotein)
Baik: 40 mg/dl atau lebih
Lebih baik: 60 mg/dl atau lebih
Untuk mencapai batas normal
Kurangi makan: Karbohidrat dan gula serta hasil olahannya.
Perbanyak makan: Lemak tak jenuh tunggal (avokad dan omega 3, seperti ikan).
Lakukan: Olahraga, tidak merokok, serta turunkan berat badan.
- Triglicerin
Baik: Kurang dari 150 mg/dl
Untuk mencapai batas normal
Kurangi makan: Karbohidrat dan gula serta hasil olahannya, santan, minyak, dan makanan yang berlemak tinggi (kacang tanah).
Lakukan: Penurunan berat badan (VIVANews)

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN TETRALOGI FALLOT

Posted by joe pada 22/03/2010

I.      Pendahuluan

Tetralogi fallot (TF) merupakan penyakit jantung sianotik yang paling banyak ditemukan dimana tetralogi fallot menempati urutan keempat penyakit jantung bawaan pada anak setelah defek septum ventrikel,defek septum atrium dan duktus arteriosus persisten,atau lebih kurang 10-15 % dari seluruh penyakit jantung bawaan, diantara penyakit jantung bawaan sianotik Tetralogi fallot merupakan 2/3 nya. Tetralogi fallot merupakan penyakit jantung bawaan yang paling sering ditemukan yang ditandai dengan sianosis sentral  akibat adanya pirau kanan ke kiri.
Di RSU Dr. Soetomo sebagian besar pasien Tetralogi fallot  didapat diatas 5 tahun  dan prevalensi menurun setelah berumur  10 tahun. Dari banyaknya kasus kelainan jantung  serta kegawatan yang ditimbulkan akibat kelainan jantung bawaan ini, maka sebagai seorang perawat dituntut untuk mampu mengenali tanda kegawatan dan mampu memberikan asuhan keperawatan  yang tepat.

II. Pengertian

Tetralogi fallot (TF) adalah kelainan jantung dengan gangguan sianosis yang ditandai dengan kombinasi 4 hal yang abnormal meliputi defek septum ventrikel, stenosis pulmonal, overriding aorta, dan hipertrofi ventrikel kanan.
Komponen yang paling penting dalam menentukan derajat beratnya penyakit adalah stenosis  pulmonal dari sangat ringan sampai berat. Stenosis pulmonal bersifat progresif , makin lama makin berat.

DARAH HAID BISA PERBAIKI PENYAKIT JANTUNG ?

Posted by joe pada 21/12/2009
PENELITI Jepang baru-baru ini mengungkapkan sebuah riset yang  memberi harapan baru bagi pengobatan penyakit jantung.  Yang lebih mencengangkan, riset itu mengindikasikan bahwa darah haid atau menstruasi pada suatu hari nanti dapat digunakan untuk memperbaiki kerusakan jantung.
Adalah para ahli jantung (kardiolog) dari Sekolah Kedokteran Universitas Keio yang berhasil yang menemukan temuan menarik ini.  Mereka berhasil mengembangkan sel-sel punca atau sel batang dari darah haid yang kemudian diaplikasikan pada tubuh binatang tikus.
Dalam risetnya, peneliti menggunakan sampel darah haid dari 9 wanita untuk kemudian mengembangkannya selama sebulan di laboratorium.  Pada tahap ini, peneliti berupaya mencari sejenis sel dalam darah haid  yang dapat berfungsi seperti halnya sel punca.

STRUKTUR & FUNGSI SISTEM KARDIOVASKULER

Posted by joe pada 12/09/2009
clip_image002
PENDAHULUAN
Jantung terletak didalam rongga mediastinum dari ronga dada (toraks) diantara kedua paru. Selaput yang melapisi jantung disebut perikardium yang terdiri atas 2 lapisan:
  • Perikardium parietalis, yaitu lapisan luar yang melekat pada tulang dada dan selaput paru.
  • Perikardium viseralis, yaitu lapisan permukaan dari jantung itu sendiri yang juga disebut epikardium.
Diantara kedua lapisan tersebut terdapat cairan perikardium sebagai pelumas yang berfungsi mengurangi gesekan akibat gerak jantung saat memompa.
STRUKTUR JANTUNG
Dinding jantung terdiri dari 3 lapisan:
  1. Lapisan luar disebut epikardium atau perikardium.
  2. Lapisan tengah merupakan lapisan berotot, disebut miokardium.
  3. Lapisan dalam disebut endokardium.

PEMERIKSAAN EKG

Posted by joe pada 12/09/2009
imagesekg
Pengertian
Elektrokardiografi adalah ilmu yang mempelajari perubahan-perubahan potensial atau perubahan voltase yang terdapat dalam jantung.
Elektrokardiogram adalah grafik yang merekam perubahan potensial listrik jantung yang dihubungkan dengan waktu.
Kegunaan EKG adalah :
þ Mengetahui kelainan-kelainan irama jantung (aritmia)
þ Mengetahui kelainan-kelainan miokardium (infark, hipertrophy atrial dan ventrikel)
þ Mengetahui adanya pengaruh atau efek obat-obat jantung
þ Mengetahui adanya gangguan elektrolit
þ Mengetahui adanya gangguan perikarditis

PENYAKIT JANTUNG KORONER

Posted by joe pada 11/09/2009
imagesKORONER
PENDAHLUAN
Kebutuhan oksigen miokardium dapat terpenuhi jika terjadi keseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen. Penurunan suplai oksigen miokard dapat membahayakan fungsi miokardium. Penyakit jantung koroner disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen miokardium. Bila kebutuhan oksigen miokardium meningkat, maka suplai oksigen juga harus meningkat. Peningkatan kebutuhan oksigen terjadi pada: takikardia, peningkatan kontraktilitas miokard, hipertensi, hipertrofi, dan dilatasi ventrikel. Untuk meningkatkan suplai oksigen dalam jumlah yang memadai aliran pembuluh koroner harus ditingkatkan.
Empat faktor yang mempengaruhi kebutuhan oksigen jantung :
  • Frekuensi denyut jantung
  • Daya kontraksi
  • Massa otot
  • Tegangan dinding ventrikel
Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen dapat disebabkan :
  • Penyempitan arteri koroner (aterosklerosis), dimana merupakan penyebab tersering.
  • Penurunan aliran darah (cardiac output).
  • Peningkatan kebutuhan oksigen miokard
  • Spasme arteri koroner.
Baca entri selengkapnya »

ASUHAN KEPERAWATAN INFARK MIOKARD AKUT

Posted by joe pada 11/09/2009

imagesINFARK
Definisi
Iinfark mioakard adalah suatu keadan ketidakseimbangan antara suplai & kebutuhan oksigen miokard sehingga jaringan miokard mengalami kematian. Infark menyebabkan kematian jaringan yang ireversibel. Sebesar 80-90% kasus MCI disertai adanya trombus, dan berdasarkan penelitian lepasnya trombus terjadi pada jam 6-siang hari. Infark tidak statis dan dapat berkembang secara progresif.
Peran Oksigen pd Miokard
  • Dibutuhkan pada saat aktivitas preload & afterload.
  • Kontraktilitas miokard
  • Diperlukan jantung untuk berdenyut.
  • Kelelahan & stres emosional meningkatkan denyut jantung.
  • Hipoksia, anemia menyebabkan infark.

Senin, 13 Februari 2012

Alvian Debi Vonseka: Infinite download

Alvian Debi Vonseka: Infinite download: buat temen^ yg ingin mengunduh lagu dari Infinite band lampung bisa klik dibawah ini Infinite band lampung-selalu bersama Infinite band l...

ETIKA DAN HUKUM KEPERAWATAN

BAB 1
PENDAHULUAN


1. LATAR BELAKANG


Perawat profesional harus menghadapi tanggung jawab etik dan konflik yang mungkin meraka alami sebagai akibat dari hubungan mereka dalam praktik profesional. Kemajuan dalam bidang kedokteran, hak klien, perubahan sosial dan hukum telah berperan dalam peningkatan perhatian terhadap etik. Standart perilaku perawat ditetapkan dalam kode etik yang disusun oleh asosiasi keperawatan internasional, nasional, dan negera bagian atau provinsi. Perawat harus mampu menerapkan prinsip etik dalam pengambilan keputusan dan mencakup nilai dan keyakinan dari klien, profesi, perawat, dan semua pihak yang terlibat. Perawat memiliki tanggung jawab untuk melindungi hak klien dengan bertindak sebagai advokat klien.

Keperawatan sebagai suatu profesi harus memiliki suatu landasan dan lindungan yang jelas. Para perawat harus tahu berbagai konsep hukum yang berkaitan dengan praktik keperawatan karena mereka mempunyai akuntabilitas terhadap keputusan dan tindakan profesional yang mereka lakukan. Secara umum terhadap dua alasan terhadap pentingnya para perawat tahu tentang hukum yang mengatur praktiknya. Alasan pertama untuk memberikan kepastian bahwa keputusan dan tindakan perawat yang dilakukan konsisten dengan prinsip-prinsip hukum. Kedua, untuk melindungi perawat dari liabilitas

Untuk itu, dalam makalah ini akan dibahas tentang etik dan hukum dalam keperawatan.

2. TUJUAN


Setelah membaca makalah ini, diharapkan mampu memahami :
  • Pengertian etika profesi keperawatan
  • Tujuan etika keperawatan
  • Kode Etik Keperawatan
  • Hukum Keperawatan
  • Fungsi Hukum dalam Keperawatan
  • Undang-Undang Praktek Keperawatan

BAB 2.
ISI


1. ETIK KEPERAWATAN


  1. Pengertian Etika dan Etiket

    Etik atau ethics berasal dari kata yunani, yaitu etos yang artinya adat, kebiasaaan, perilaku, atau karakter. Sedangkan menurut kamus webster, etik adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang apa yang baik dan buruk secara moral. Dari pengertian di atas, etika adalah ilmu tentang kesusilaan yang menentukan bagaimana sepatutnya manusia hidup di dalam masyarakat yang menyangkut aturan-aturan atau prinsip-prinsip yang menentukan tingkah laku yang benar, yaitu :
    • baik dan buruk
    • kewajiban dan tanggung jawab (Ismani,2001).

    Etik mempunyai arti dalam penggunaan umum. Pertama, etik mengacu pada metode penyelidikan yang membantu orang memahami moralitas perilaku manuia; yaitu, etik adalah studi moralitas. Ketika digunakan dalam acara ini, etik adalah suatu aktifitas; etik adalah cara memandang atau menyelidiki isu tertentu mengenai perilaku manusia. Kedua, etik mengacu pada praktek, keyakinan, dan standar perilaku kelompok tertentu (misalnya : etik dokter, etik perawat).

    Etika berbagai profesi digariskan dalam kode etik yang bersumber dari martabat dan hak manusia (yang memiliki sikap menerima) dan kepercayaan dari profesi.

    Moral, istilah ini berasal dari bahasa latin yang berarti adat dan kebiasaan. Pengertian moral adalah perilaku yang diharapkan oleh masyarakat yang merupakan “standar perilaku” dan nilai-nilai” yang harus diperhatikan bila seseorang menjadi anggota masyarakat di mana ia tinggal.

    Etiket atau adat merupakan sesuatu yang dikenal, diketahui, diulang, serta menjadi suatu kebiasaan didalam masyarakat, baik berupa kata-kata atau suatu bentuk perbuatan yang nyata.

  2. Kode Etik Keperawatan

    Kode etik adalah suatu pernyataan formal mengenai suatu standar kesempurnaan dan nilai kelompok. Kode etik adalah prinsip etik yang digunakan oleh semua anggota kelompok, mencerminkan penilaian moral mereka sepanjang waktu, dan berfungsi sebagai standar untuk tindakan profesional mereka.
    Kode etik disusun dan disahkan oleh organisasi atau wadah yang membina profesi tertentu baik secara nasional maupun internasional. Kode etik keperawatan di Indonesia telah disusun oleh Dewan Pimpinan Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia melalui Musyawarah Nasional PPNI di jakarta pada tanggal 29 November 1989.

    Kode etik keperawatan Indonesia tersebut terdiri dari 4 bab dan 16 pasal.

    • Bab 1, terdiri dari empat pasal, menjelaskan tentang tanggung jawab perawat terhadap individu, keluarga, dan masyarakat.
    • Bab 2, terdiri dari lima pasal menjelaskan tentang tanggung jawab perawat terhadap tugasnya.
    • Bab 3, terdiri dari dua pasal, menjelaskan tanggung jawab perawat terhadap sesama perawat dan profesi kesehatan lain.
    • Bab 4, terdiri dari empat pasal, menjelaskan tentang tanggung jawab perawat terhadap profesi keperawatan.
    • Bab 5, terdiri dari dua pasal, menjelaskan tentang tanggung jawab perawat terhadap pemerintah, bangsa, dan tanah air.

    Dengan penjabarannya sebagai berikut:

    1. Tanggung jawab Perawat terhadap klein
      Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan masyarakat, diperlukan peraturan tentang hubungan antara perawat dengan masyarakat, yaitu sebagai berikut :
      • Perawat, dalam melaksanakan pengabdiannya, senantiasa berpedoman pada tanggung jawab yang bersumber pada adanya kebutuhan terhadap keperawatan individu, keluarga, dan masyarakat.
      • Perawat, dalam melaksanakan pengabdian dibidang keperawatan, memelihara suasana lingkungan yang menghormati nilai-nilai budaya, adat istiadat dan kelangsungan hidup beragama dari individu, keluarga dan masyarakat.
      • Perawat, dalam melaksanakan kewajibannya terhadap individu, keluarga, dan masyarakat, senantiasa dilandasi rasa tulus ikhlas sesuai dengan martabat dan tradisi luhur keperawatan.
      • Perawat, menjalin hubungan kerjasama dengan individu, keluarga dan masyarakat, khususnya dalam mengambil prakarsa dan mengadakan upaya kesehatan, serta upaya kesejahteraan pada umumnya sebagai bagian dari tugas dan kewajiban bagi kepentingan masyarakat.
    2. Tanggung jawab Perawat terhadap tugas
      • Perawat, memelihara mutu pelayanan keperawatan yang tinggi disertai kejujuran profesional dalam menerapkan pengetahuan serta keterampilan keperawatan sesuai dengan kebutuhan individu, keluarga, dan masyarakat.
      • Perawat, wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya sehubungan dengan tugas yang dipercayakan kepadanya, kecuali diperlukan oleh pihak yang berwenang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
      • Perawat, tidak akan menggunakan pengetahuan dan keterampilan keperawatan yang dimilikinya dengan tujuan yang bertentangan dengan norma-norma kemanusiaan.
      • Perawat, dalam menunaikan tugas dan kewajibannya, senantiasa berusaha dengan penuh kesadaran agar tidak terpengaruh oleh pertimbangan kebangsaan, kesukuan, warna kulit, umur, jenis kelamin, aliran politik, agama yang dianut, dan kedudukan sosial.
      • Perawat, mengutamakan perlindungan dan keselamatan pasien/klien dalam melaksanakan tugas keperawatannya, serta matang dalam mempertimbangkan kemampuan jika menerima atau mengalih-tugaskan tanggung jawab yang ada hubungannya dengan keperawatan.
    3. Tanggung jawab Perawat terhadap Sejawat
      Tanggung jawab perawat terhadap sesama perawat dan profesi kesehatan lain sebagai berikut :
      • Perawat, memelihara hubungan baik antara sesama perawat dan tenaga kesehatan lainnya, baik dalam memelihara keserasiaan suasana lingkungan kerja maupun dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan secara menyeluru.
      • Perawat, menyebarluaskan pengetahuan, keterampilan, dan pengalamannya kepada sesama perawat, serta menerima pengetahuan dan pengalaman dari profesi dalam rangka meningkatkan kemampuan dalam bidang keperawatan.
    4. Tanggung jawab Perawat terhadap Profesi
      • Perawat, berupaya meningkatkan kemampuan profesionalnya secara sendiri-sendiri dan atau bersama-sama dengan jalan menambah ilmu pengetahuan, keterampilan dan pengalaman yang bermanfaat bagi perkembangan keperawatan.
      • Perawat, menjungjung tinggi nama baik profesi keperawatan dengan menunjukkan perilaku dan sifat-sifat pribadi yang luhur.
      • Perawat, berperan dalammenentukan pembakuan pendidikan dan pelayanan keperawatan, serta menerapkannya dalam kagiatan pelayanan dan pendidikan keperawatan.
      • Perawat, secara bersama-sama membina dan memelihara mutu organisasi profesi keperawatan sebagai sarana pengabdiannya.
    5. Tanggung jawab Perawat terhadap Negara
      • Perawat, melaksanakan ketentuan-ketentuan sebagai kebijsanaan yang telah digariskan oleh pemerintah dalam bidang kesehatan dan keperawatan.
      • Perawat, berperan secara aktif dalam menyumbangkan pikiran kepada pemerintah dalam meningkatkan pelayanan kesehatan dan keperawatan kepada masyarakat.

  3. Kode Etik Keperawatan Menurut ICN (International Council 0f Nurses Code for Nurses)

    ICN adalah suatu federasi perhimpunan perawat nasional diseluruh dunia yang didirikan pada tanggal 1 juli 1899 oleh Mrs. Bedford Fenwich di Hanover Squar, London dan direvisi pada tahun 1973. Uraian Kode Etik ini diuraikan sebagai berikut :
    1. Tanggung Jawab Utama Perawat
      Tanggung jawab utama perawat adalah meningkatnya kesehatan, mencegah timbulnya penyakit, memelihara kesehatan, dan mengurangi penderitaan. Untuk melaksanakan tanggung jawab tersebut, perawat harus meyakini bahwa :
      • Kebutuhan terhadap pelayanan keperawatan di berbagai tempat adalah sama.
      • Pelaksanaan praktek keperawatan dititik beratkan terhadap kehidupan yang bermartabat dan menjungjung tinggi hak asasi manusia.
      • Dalam melaksanakan pelayanan kesehatan dan atau keperawatan kepada individu, keluarga, kelompok, dam masyarakat, perawat mengikut sertakan kelompok dan institusi terkait.
    2. Perawat, Individu, dan Anggota Kelompok Masyarakat
      Tanggung jawab utama perawat adalah melaksanakan asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu, dalam menjalankan tugas, perawat perlu meningkatkan keadaan lingkungan kesehatan dengan menghargai nilai-nilai yang ada di masyarakat, menghargai adat kebiasaan serta kepercayaan inidividu, keluarga, kelompok, dan masyarakat yang menjadi pasien atau klien. Perawat dapat memegang teguh rahasia pribadi (privasi) dan hanya dapat memberikan keterangan bila diperlukan oleh pihak yang berkepentingan atau pengadilan.
    3. Perawat dan Pelaksanaan praktek keperawatan
      Perawat memegang peranan penting dalam menentukan dan melaksanakan standar praktik keperawatan untuk mencapai kemampuan yang sesuai dengan standar pendidikan keperawatan. Perawat dapat mengembangkan pengetahuan yang dimilikinya secara aktif untuk menopang perannya dalam situasi tertentu. Perawat sebagai anggota profesi, setiap saat dapat mempertahankan sikap sesuai dengan standar profesi keperawatan.
    4. Perawat dan lingkungan Masyarakat
      Perawat dapat memprakarsai pembaharuan, tanggap mempunyai inisiatif, dan dapat berperan serta secara aktif dalam menemukan masalah kesehatan dan masalah sosial yang terjadi di masyarakat.
    5. Perawat dan Sejawat
      Perawat dapat menopang hubungan kerja sama dengan teman sekerja, baik tenaga keperawatan maupun tenaga profesi lain di luar keperawatan. Perawat dapat melindungi dan menjamin seseorang, bila dalam masa perawatannya merasa terancam.
    6. Perawat dan Profesi Keperawatan
      Perawat memainkan peran yang besar dalam menentukan pelaksanaan standar praktek keperawatan dan pendidikan keperawatan. Perawat diharapkan ikut aktif dalam mengembangkan pengetahuan dalam menopang pelaksanaan perawatan secara profesional. Perawat, sebagai anggota organisasi profesi, berpartisipasi dalam memelihara kestabilan sosial dan ekonomi sesuai dengan kondisi pelaksanaan praktek keperawatan.

  4. Tujuan Kode Etik Keperawatan

    Pada dasarnya, tujuan kode etik keperawatan adalah upaya agar perawat, dalam menjalankan setiap tugas dan fungsinya, dapat menghargai dan menghormati martabat manusia. Tujuan kode etik keperawatan tersebut adalah sebagai berikut :
    1. Merupakan dasar dalam mengatur hubungan antar perawat, klien atau pasien, teman sebaya, masyarakat, dan unsur profesi, baik dalam profesi keperawatan maupun dengan profesi lain di luar profesi keperawatan.
    2. Merupakan standar untuk mengatasi masalah yang silakukan oleh praktisi keperawatan yang tidak mengindahkan dedikasi moral dalam pelaksanaan tugasnya.
    3. Untuk mempertahankan bila praktisi yang dalam menjalankan tugasnya diperlakukan secara tidak adil oleh institusi maupun masyarakat.
    4. Merupakan dasar dalam menyusun kurikulum pendidikan kepoerawatan agar dapat menghasilkan lulusan yang berorientasi pada sikap profesional keperawatan.
    5. Memberikan pemahaman kepada masyarakat pemakai / pengguna tenaga keperawatan akan pentingnya sikap profesional dalam melaksanakan tugas praktek keperawatan.


2. HUKUM KEPERAWATAN


  1. Fungsi Hukum dalam Praktek Keperawatan
    Hukum mempunyai beberapa fungsi bagi keperawatan :
    1. Hukum memberikan kerangka untuk menentukan tindakan keperawatan mana yang sesuai dengan hukum.
    2. Membedakan tanggung jawab perawat dengan profesi yang lain.
    3. Membantu menentukan batas-batas kewenangan tindakan keperawatan mandiri.
    4. Membantu dalam mempertahankan standar praktek keperawatan dengan meletakkan posisi perawat memiliki akuntabilitas di bawah hukum (Kozier, Erb, 1990)

  2. Undang-Undang Praktek Keperawatan
    1. Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan
      1. BAB I ketentuan Umum, pasal 1 ayat 3
        Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
      2. Pasal 1 ayat 4
        Sarana kesehatan adalah tempat yang dipergunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan.
    2. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 1239/MENKES/SK/XI/2001tentang Registrasi dan Praktek Perawat (sebagai revisi dari SK No. 647/MENKES/SK/IV/2000)
      1. BAB I Ketentuan Umum Pasal 1 :
        Dalam ketentuan menteri ini yang dimaksud dengan :
        • Perawat adalah orang yang telah lulus pendidikan perawat baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
        • Surat ijin perawat selanjutnya disebut SIP adalah bukti tertulis pemberian kewenangan untuk menjalankan pekerjaan keperawatan diseluruh Indonesia.
        • Surat ijin kerja selanjutnya disebut SIK adalah bukti tertulis untuk menjalankan pekerjaan keperawatan di seluruh wilayah Indonesia.
      2. BAB III perizinan,
        Pasal 8, ayat 1, 2, & 3 :
        • Perawat dapat melaksanakan praktek keperawatan pada sarana pelayanan kesehatan, praktek perorangan atau kelompok.
        • perawat yang melaksanakan praktek keperawatan pada sarana pelayanan kesehatan harus memiliki SIK
        • Perawat yang melakukan praktek perorangan/berkelompok harus memiliki SIPP

        Pasal 9, ayat 1
        • SIK sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat 2 diperoleh dengan mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.

        Pasal 10
        • SIK hanya berlaku pada 1 (satu) sarana pelayanan kesehatan.

        Pasal 12
        • SIPP sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat 3 diperoleh dengan mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.
        • SIPP hanya diberikan kepada perawat yang memiliki pendidikan ahli madya keperawatan atau memiliki pendidikan keperawatan dengaan kompetensi yang lebih tinggi.
        • Surat ijin praktek Perawat selanjutnya disebut SIPP adalah bukti tertulis yang diberikan perawat untuk menjalankan praktek perawat.

        Pasal 13
        • Rekomendasi untuk mendapatkan SIK dan atau SIPP dilakukan melalui penilaian kemampuan keilmuan dan keterampilan bidang keperawatan, kepatuhan terhadap kode etik profesi serta kesanggupan melakukan praktek keperawatan.

        Pasal 15
        • Perawat dalam melaksanakan praktek keperawatan berwenang untuk :
          1. Melaksanakan asuhan keperawatan meliputi pengkajian, penetapan diagnosa keperawatan, perencanaan, melaksanakan tindakan keperawatan dan evaluasi keperawatan.
          2. Tindakan keperawatan sebagaimana dimaksud pada butir (i) meliputi: intervensi keperawatan, observasi keperawatan, pendidikan dan konseling kesehatan.
          3. Dalam melaksanakan asuhan keperawatan sebagaimana dimaksudhuruf (i) dan (ii) harus sesuai dengan standar asuhan keperawatan yang ditetapkan organisasi profesi.
          4. Pelayanan tindakan medik hanya dapat dilakuakn berdasarkan permintan tertulis dari dokter.

        Pengecualian pasal 15 adalah pasal 20 :
        • Dalam keadaan darurat yang mengancam jiwa pasien/perorangan, perawat berwenang untuk melakukan pelayanan kesehatan diluar kewenangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 15.
        • Pelayanan dalam keadaan darurat sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 ditujukan untuk penyelamatan jiwa.

        Pasal 21
        • Perawat yang menjalankan praktek perorangan harus mencantum SIPP di ruang prakteknya.
        • Perawat yang menjalankan praktek perorangan tidak diperbolehkan memasang papan praktek.

        Pasal 31
        • Perawat yang telah mendapatkan SIK atau SIPP dilarang :
          1. Menjalankan praktek selain ketentuan yang tercantum dalam izin tersebut.
          2. Melakukan perbuatan bertentangan dengan standar profesi.
        • Bagi perawat yang memberikan pertolongan dalam keadaan darurat atau menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada tenaga kesehatan lain, dikecualikan dari larangan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 butir a.

BAB 3
PENUTUP


SIMPULAN

Pengendalian praktek keperawatan secara internal adalah Kode Etik sedangkan secara eksternal adalah hukum. Praktek keperawatan harus dilakukan secara benar dalam arti keilmuannya dan baik dalam arti aspek Etik dan legalnya. Praktek Keperawatan berkaitan erat dengan kehidupan manusia untuk itu praktik keperawatan harus dilakukan oleh perawat profesional yang berkompeten. Setiap perawat yang praktek wajib memiliki SIP, SIK, SIPP.

Jumat, 03 Februari 2012

Eutanasia

Eutanasia (Bahasa Yunani: ευθανασία -ευ, eu yang artinya "baik", dan θάνατος, thanatos yang berarti kematian) adalah praktik pencabutan kehidupan manusia atau hewan melalui cara yang dianggap tidak menimbulkan rasa sakit atau menimbulkan rasa sakit yang minimal, biasanya dilakukan dengan cara memberikan suntikan yang mematikan.
Aturan hukum mengenai masalah ini berbeda-beda di tiap negara dan seringkali berubah seiring dengan perubahan norma-norma budaya maupun ketersediaan perawatan atau tindakan medis. Di beberapa negara, eutanasia dianggap legal, sedangkan di negara-negara lainnya dianggap melanggar hukum. Oleh karena sensitifnya isu ini, pembatasan dan prosedur yang ketat selalu diterapkan tanpa memandang status hukumnya.

Daftar isi

 [sembunyikan

[sunting] Terminologi

[sunting] Eutanasia ditinjau dari sudut cara pelaksanaannya

Bila ditinjau dari cara pelaksanaannya, eutanasia dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu eutanasia agresif, eutanasia non agresif, dan eutanasia pasif.
  • Eutanasia agresif, disebut juga eutanasia aktif, adalah suatu tindakan secara sengaja yang dilakukan oleh dokter atau tenaga kesehatan lainnya untuk mempersingkat atau mengakhiri hidup seorang pasien. Eutanasia agresif dapat dilakukan dengan pemberian suatu senyawa yang mematikan, baik secara oral maupun melalui suntikan. Salah satu contoh senyawa mematikan tersebut adalah tablet sianida.
  • Eutanasia non agresif, kadang juga disebut eutanasia otomatis (autoeuthanasia) digolongkan sebagai eutanasia negatif, yaitu kondisi dimana seorang pasien menolak secara tegas dan dengan sadar untuk menerima perawatan medis meskipun mengetahui bahwa penolakannya akan memperpendek atau mengakhiri hidupnya. Penolakan tersebut diajukan secara resmi dengan membuat sebuah "codicil" (pernyataan tertulis tangan). Eutanasia non agresif pada dasarnya adalah suatu praktik eutanasia pasif atas permintaan pasien yang bersangkutan.
  • Eutanasia pasif dapat juga dikategorikan sebagai tindakan eutanasia negatif yang tidak menggunakan alat-alat atau langkah-langkah aktif untuk mengakhiri kehidupan seorang pasien. Eutanasia pasif dilakukan dengan memberhentikan pemberian bantuan medis yang dapat memperpanjang hidup pasien secara sengaja. Beberapa contohnya adalah dengan tidak memberikan bantuan oksigen bagi pasien yang mengalami kesulitan dalam pernapasan, tidak memberikan antibiotika kepada penderita pneumonia berat, meniadakan tindakan operasi yang seharusnya dilakukan guna memperpanjang hidup pasien, ataupun pemberian obat penghilang rasa sakit seperti morfin yang disadari justru akan mengakibatkan kematian. Tindakan eutanasia pasif seringkali dilakukan secara terselubung oleh kebanyakan rumah sakit.
Penyalahgunaan eutanasia pasif bisa dilakukan oleh tenaga medis maupun pihak keluarga yang menghendaki kematian seseorang, misalnya akibat keputusasaan keluarga karena ketidaksanggupan menanggung beban biaya pengobatan. Pada beberapa kasus keluarga pasien yang tidak mungkin membayar biaya pengobatan, akan ada permintaan dari pihak rumah sakit untuk membuat "pernyataan pulang paksa". Meskipun akhirnya meninggal, pasien diharapkan meninggal secara alamiah sebagai upaya defensif medis.

[sunting] Eutanasia ditinjau dari sudut pemberian izin

Ditinjau dari sudut pemberian izin maka eutanasia dapat digolongkan menjadi tiga yaitu :
  • Eutanasia di luar kemauan pasien: yaitu suatu tindakan eutanasia yang bertentangan dengan keinginan si pasien untuk tetap hidup. Tindakan eutanasia semacam ini dapat disamakan dengan pembunuhan.
  • Eutanasia secara tidak sukarela: Eutanasia semacam ini adalah yang seringkali menjadi bahan perdebatan dan dianggap sebagai suatu tindakan yang keliru oleh siapapun juga.Hal ini terjadi apabila seseorang yang tidak berkompeten atau tidak berhak untuk mengambil suatu keputusan misalnya statusnya hanyalah seorang wali dari si pasien (seperti pada kasus Terri Schiavo). Kasus ini menjadi sangat kontroversial sebab beberapa orang wali mengaku memiliki hak untuk mengambil keputusan bagi si pasien.
  • Eutanasia secara sukarela : dilakukan atas persetujuan si pasien sendiri, namun hal ini juga masih merupakan hal kontroversial.

[sunting] Eutanasia ditinjau dari sudut tujuan

Beberapa tujuan pokok dari dilakukannya eutanasia antara lain yaitu :
  • Pembunuhan berdasarkan belas kasihan (mercy killing)
  • Eutanasia hewan
  • Eutanasia berdasarkan bantuan dokter, ini adalah bentuk lain daripada eutanasia agresif secara sukarela

[sunting] Sejarah eutanasia

[sunting] Asal-usul kata eutanasia

Kata eutanasia berasal dari bahasa Yunani yaitu "eu" (= baik) and "thanatos" (maut, kematian) yang apabila digabungkan berarti "kematian yang baik". Hippokrates pertama kali menggunakan istilah "eutanasia" ini pada "sumpah Hippokrates" yang ditulis pada masa 400-300 SM.
Sumpah tersebut berbunyi: "Saya tidak akan menyarankan dan atau memberikan obat yang mematikan kepada siapapun meskipun telah dimintakan untuk itu".
Dalam sejarah hukum Inggris yaitu common law sejak tahun 1300 hingga saat "bunuh diri" ataupun "membantu pelaksanaan bunuh diri" tidak diperbolehkan.

[sunting] Eutanasia dalam dunia modern

Sejak abad ke-19, eutanasia telah memicu timbulnya perdebatan dan pergerakan di wilayah Amerika Utara dan di Eropa Pada tahun 1828 undang-undang anti eutanasia mulai diberlakukan di negara bagian New York, yang pada beberapa tahun kemudian diberlakukan pula oleh beberapa negara bagian.
Setelah masa Perang Saudara, beberapa advokat dan beberapa dokter mendukung dilakukannya eutanasia secara sukarela.
Kelompok-kelompok pendukung eutanasia mulanya terbentuk di Inggris pada tahun 1935 dan di Amerika pada tahun 1938 yang memberikan dukungannya pada pelaksanaan eutanasia agresif, walaupun demikian perjuangan untuk melegalkan eutanasia tidak berhasil digolkan di Amerika maupun Inggris.
Pada tahun 1937, eutanasia atas anjuran dokter dilegalkan di Swiss sepanjang pasien yang bersangkutan tidak memperoleh keuntungan daripadanya.
Pada era yang sama, pengadilan Amerika menolak beberapa permohonan dari pasien yang sakit parah dan beberapa orang tua yang memiliki anak cacat yang mengajukan permohonan eutanasia kepada dokter sebagai bentuk "pembunuhan berdasarkan belas kasihan".
Pada tahun 1939, pasukan Nazi Jerman melakukan suatu tindakan kontroversial dalam suatu "program" eutanasia terhadap anak-anak di bawah umur 3 tahun yang menderita keterbelakangan mental, cacat tubuh, ataupun gangguan lainnya yang menjadikan hidup mereka tak berguna. Program ini dikenal dengan nama Aksi T4 ("Action T4") yang kelak diberlakukan juga terhadap anak-anak usia di atas 3 tahun dan para jompo / lansia.[2]

[sunting] Eutanasia pada masa setelah perang dunia

Setelah dunia menyaksikan kekejaman Nazi dalam melakukan kejahatan eutanasia, pada era tahun 1940 dan 1950 maka berkuranglah dukungan terhadap eutanasia, terlebih-lebih lagi terhadap tindakan eutanasia yang dilakukan secara tidak sukarela ataupun karena disebabkan oleh cacat genetika.

[sunting] Praktik-praktik eutanasia di dunia

Praktik-praktik eutanasia pernah yang dilaporkan dalam berbagai tindakan masyarakat[3]:
  • Di India pernah dipraktikkan suatu kebiasaan untuk melemparkan orang-orang tua ke dalam sungai Gangga.
  • Di Sardinia, orang tua dipukul hingga mati oleh anak laki-laki tertuanya.
  • Uruguay mencantumkan kebebasan praktik eutanasia dalam undang-undang yang telah berlaku sejak tahun 1933.
  • Di beberapa negara Eropa, praktik eutanasia bukan lagi kejahatan kecuali di Norwegia yang sejak 1902 memperlakukannya sebagai kejahatan khusus.
  • Di Amerika Serikat, khususnya di semua negara bagian, eutanasia dikategorikan sebagai kejahatan. Bunuh diri atau membiarkan dirinya dibunuh adalah melanggar hukum di Amerika Serikat.
  • Satu-satunya negara yang dapat melakukan tindakan eutanasia bagi para anggotanya adalah Belanda. Anggota yang telah diterima dengan persyaratan tertentu dapat meminta tindakan eutanasia atas dirinya. Ada beberapa warga Amerika Serikat yang menjadi anggotanya. Dalam praktik medis, biasanya tidak pernah dilakukan eutanasia aktif, namun mungkin ada praktik-praktik medis yang dapat digolongkan eutanasia pasif.

[sunting] Eutanasia menurut hukum diberbagai negara

Sejauh ini eutanasia diperkenankan yaitu dinegara Belanda, Belgia serta ditoleransi di negara bagian Oregon di Amerika, Kolombia[4] dan Swiss dan dibeberapa negara dinyatakan sebagai kejahatan seperti di Spanyol, Jerman dan Denmark [5]

[sunting] Belanda

Pada tanggal 10 April 2001 Belanda menerbitkan undang-undang yang mengizinkan eutanasia. Undang-undang ini dinyatakan efektif berlaku sejak tanggal 1 April 2002 [6], yang menjadikan Belanda menjadi negara pertama di dunia yang melegalisasi praktik eutanasia. Pasien-pasien yang mengalami sakit menahun dan tak tersembuhkan, diberi hak untuk mengakhiri penderitaannya.
Tetapi perlu ditekankan, bahwa dalam Kitab Hukum Pidana Belanda secara formal euthanasia dan bunuh diri berbantuan masih dipertahankan sebagai perbuatan kriminal.
Sebuah karangan berjudul "The Slippery Slope of Dutch Euthanasia" dalam majalah Human Life International Special Report Nomor 67, November 1998, halaman 3 melaporkan bahwa sejak tahun 1994 setiap dokter di Belanda dimungkinkan melakukan eutanasia dan tidak akan dituntut di pengadilan asalkan mengikuti beberapa prosedur yang telah ditetapkan. Prosedur tersebut adalah mengadakan konsultasi dengan rekan sejawat (tidak harus seorang spesialis) dan membuat laporan dengan menjawab sekitar 50 pertanyaan.
Sejak akhir tahun 1993, Belanda secara hukum mengatur kewajiban para dokter untuk melapor semua kasus eutanasia dan bunuh diri berbantuan. Instansi kehakiman selalu akan menilai betul tidaknya prosedurnya. Pada tahun 2002, sebuah konvensi yang berusia 20 tahun telah dikodifikasi oleh undang-undang belanda, dimana seorang dokter yang melakukan eutanasia pada suatu kasus tertentu tidak akan dihukum.

[sunting] Australia

Negara bagian Australia, Northern Territory, menjadi tempat pertama di dunia dengan UU yang mengizinkan euthanasia dan bunuh diri berbantuan, meski reputasi ini tidak bertahan lama. Pada tahun 1995 Northern Territory menerima UU yang disebut "Right of the terminally ill bill" (UU tentang hak pasien terminal). Undang-undang baru ini beberapa kali dipraktikkan, tetapi bulan Maret 1997 ditiadakan oleh keputusan Senat Australia, sehingga harus ditarik kembali.

[sunting] Belgia

Parlemen Belgia telah melegalisasi tindakan eutanasia pada akhir September 2002. Para pendukung eutanasia menyatakan bahwa ribuan tindakan eutanasia setiap tahunnya telah dilakukan sejak dilegalisasikannya tindakan eutanasia di negara ini, namun mereka juga mengkritik sulitnya prosedur pelaksanaan eutanasia ini sehingga timbul suatu kesan adaya upaya untuk menciptakan "birokrasi kematian".
Belgia kini menjadi negara ketiga yang melegalisasi eutanasia (setelah Belanda dan negara bagian Oregon di Amerika).
Senator Philippe Mahoux, dari partai sosialis yang merupakan salah satu penyusun rancangan undang-undang tersebut menyatakan bahwa seorang pasien yang menderita secara jasmani dan psikologis adalah merupakan orang yang memiliki hak penuh untuk memutuskan kelangsungan hidupnya dan penentuan saat-saat akhir hidupnya.[7]

[sunting] Amerika

Eutanasia agresif dinyatakan ilegal di banyak negara bagian di Amerika. Saat ini satu-satunya negara bagian di Amerika yang hukumnya secara eksplisit mengizinkan pasien terminal ( pasien yang tidak mungkin lagi disembuhkan) mengakhiri hidupnya adalah negara bagian Oregon, yang pada tahun 1997 melegalisasikan kemungkinan dilakukannya eutanasia dengan memberlakukan UU tentang kematian yang pantas (Oregon Death with Dignity Act)[8]. Tetapi undang-undang ini hanya menyangkut bunuh diri berbantuan, bukan euthanasia. Syarat-syarat yang diwajibkan cukup ketat, dimana pasien terminal berusia 18 tahun ke atas boleh minta bantuan untuk bunuh diri, jika mereka diperkirakan akan meninggal dalam enam bulan dan keinginan ini harus diajukan sampai tiga kali pasien, dimana dua kali secara lisan (dengan tenggang waktu 15 hari di antaranya) dan sekali secara tertulis (dihadiri dua saksi dimana salah satu saksi tidak boleh memiliki hubungan keluarga dengan pasien). Dokter kedua harus mengkonfirmasikan diagnosis penyakit dan prognosis serta memastikan bahwa pasien dalam mengambil keputusan itu tidak berada dalam keadaan gangguan mental.Hukum juga mengatur secara tegas bahwa keputusan pasien untuk mengakhiri hidupnya tersebut tidak boleh berpengaruh terhadap asuransi yang dimilikinya baik asuransi kesehatan, jiwa maupun kecelakaan ataupun juga simpanan hari tuanya.
Belum jelas apakah undang-undang Oregon ini bisa dipertahankan di masa depan, sebab dalam Senat AS pun ada usaha untuk meniadakan UU negara bagian ini. Mungkin saja nanti nasibnya sama dengan UU Northern Territory di Australia. Bulan Februari lalu sebuah studi terbit tentang pelaksanaan UU Oregon selama tahun 1999.[9][10]
Sebuah lembaga jajak pendapat terkenal yaitu Poling Gallup (Gallup Poll) menunjukkan bahwa 60% orang Amerika mendukung dilakukannya eutanasia [11]

[sunting] Indonesia

Berdasarkan hukum di Indonesia maka eutanasia adalah sesuatu perbuatan yang melawan hukum, hal ini dapat dilihat pada peraturan perundang-undangan yang ada yaitu pada Pasal 344 Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang menyatakan bahwa "Barang siapa menghilangkan nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutkannya dengan nyata dan sungguh-sungguh, dihukum penjara selama-lamanya 12 tahun". Juga demikian halnya nampak pada pengaturan pasal-pasal 338, 340, 345, dan 359 KUHP yang juga dapat dikatakan memenuhi unsur-unsur delik dalam perbuatan eutanasia. Dengan demikian, secara formal hukum yang berlaku di negara kita memang tidak mengizinkan tindakan eutanasia oleh siapa pun.
Ketua umum pengurus besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Farid Anfasal Moeloek dalam suatu pernyataannya yang dimuat oleh majalah Tempo Selasa 5 Oktober 2004 [12] menyatakan bahwa : Eutanasia atau "pembunuhan tanpa penderitaan" hingga saat ini belum dapat diterima dalam nilai dan norma yang berkembang dalam masyarakat Indonesia. "Euthanasia hingga saat ini tidak sesuai dengan etika yang dianut oleh bangsa dan melanggar hukum positif yang masih berlaku yakni KUHP.

[sunting] Swiss

Di Swiss, obat yang mematikan dapat diberikan baik kepada warga negara Swiss ataupun orang asing apabila yang bersangkutan memintanya sendiri. Secara umum, pasal 115 dari Kitab Undang-undang Hukum Pidana Swiss yang ditulis pada tahun 1937 dan dipergunakan sejak tahun 1942, yang pada intinya menyatakan bahwa "membantu suatu pelaksanaan bunuh diri adalah merupakan suatu perbuatan melawan hukum apabila motivasinya semata untuk kepentingan diri sendiri."
Pasal 115 tersebut hanyalah menginterpretasikan suatu izin untuk melakukan pengelompokan terhadap obat-obatan yang dapat digunakan untuk mengakhiri kehidupan seseorang.

[sunting] Inggris

Pada tanggal 5 November 2006, Kolese Kebidanan dan Kandungan Britania Raya (Britain's Royal College of Obstetricians and Gynaecologists) mengajukan sebuah proposal kepada Dewan Bioetik Nuffield (Nuffield Council on Bioethics) agar dipertimbangkannya izin untuk melakukan eutanasia terhadap bayi-bayi yang lahir cacat (disabled newborns). Proposal tersebut bukanlah ditujukan untuk melegalisasi eutanasia di Inggris melainkan semata guna memohon dipertimbangkannya secara saksama dari sisi faktor "kemungkinan hidup si bayi" sebagai suatu legitimasi praktik kedokteran.
Namun hingga saat ini eutanasia masih merupakan suatu tindakan melawan hukum di kerajaan Inggris demikian juga di Eropa (selain daripada Belanda).
Demikian pula kebijakan resmi dari Asosiasi Kedokteran Inggris (British Medical Association-BMA) yang secara tegas menentang eutanasia dalam bentuk apapun juga.[13]

[sunting] Jepang

Jepang tidak memiliki suatu aturan hukum yang mengatur tentang eutanasia demikian pula Pengadilan Tertinggi Jepang (supreme court of Japan) tidak pernah mengatur mengenai eutanasia tersebut.
Ada 2 kasus eutanasia yang pernah terjadi di Jepang yaitu di Nagoya pada tahun 1962 yang dapat dikategorikan sebagai "eutanasia pasif" (消極的安楽死, shōkyokuteki anrakushi)
Kasus yang satunya lagi terjadi setelah peristiwa insiden di Tokai university pada tahun 1995[14] yang dikategorikan sebagai "eutanasia aktif " (積極的安楽死, sekkyokuteki anrakushi)
Keputusan hakim dalam kedua kasus tersebut telah membentuk suatu kerangka hukum dan suatu alasan pembenar dimana eutanasia secara aktif dan pasif boleh dilakukan secara legal. Meskipun demikian eutanasia yang dilakukan selain pada kedua kasus tersebut adalah tetap dinyatakan melawan hukum, dimana dokter yang melakukannya akan dianggap bersalah oleh karena merampas kehidupan pasiennya. Oleh karena keputusan pengadilan ini masih diajukan banding ke tingkat federal maka keputusan tersebut belum mempunyai kekuatan hukum sebagai sebuah yurisprudensi, namun meskipun demikian saat ini Jepang memiliki suatu kerangka hukum sementara guna melaksanakan eutanasia.

[sunting] Republik Ceko

Di Republik Ceko eutanisia dinyatakan sebagai suatu tindakan pembunuhan berdasarkan peraturan setelah pasal mengenai eutanasia dikeluarkan dari rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Sebelumnya pada rancangan tersebut, Perdana Menteri Jiri Pospíšil bermaksud untuk memasukkan eutanasia dalam rancangan KUHP tersebut sebagai suatu kejahatan dengan ancaman pidana selama 6 tahun penjara, namun Dewan Perwakilan Konstitusional dan komite hukum negara tersebut merekomendasikan agar pasal kontroversial tersebut dihapus dari rancangan tersebut.[15]

[sunting] India

Di India eutanasia adalah suatu perbuatan melawan hukum. Aturan mengenai larangan eutanasia terhadap dokter secara tegas dinyatakan dalam bab pertama pasal 300 dari Kitab Undang-undang Hukum Pidana India (Indian penal code-IPC) tahun 1860. Namun berdasarkan aturan tersebut dokter yang melakukan euthanasia hanya dinyatakan bersalah atas kelalaian yang mengakibatkan kematian dan bukannya pembunuhan yang hukumannya didasarkan pada ketentuan pasal 304 IPC, namun ini hanyalah diberlakukan terhadap kasus eutanasia sukarela dimana sipasien sendirilah yang menginginkan kematian dimana si dokter hanyalah membantu pelaksanaan eutanasia tersebut (bantuan eutanasia). Pada kasus eutanasia secara tidak sukarela (atas keinginan orang lain) ataupun eutanasia di luar kemauan pasien akan dikenakan hukuman berdasarkan pasal 92 IPC.[16]

[sunting] China

Di China, eutanasia saat ini tidak diperkenankan secara hukum. Eutansia diketahui terjadi pertama kalinya pada tahun 1986, dimana seorang yang bernama "Wang Mingcheng" meminta seorang dokter untuk melakukan eutanasia terhadap ibunya yang sakit. Akhirnya polisi menangkapnya juga si dokter yang melaksanakan permintaannya, namun 6 tahun kemudian Pengadilan tertinggi rakyat (Supreme People's Court) menyatakan mereka tidak bersalah. Pada tahun 2003, Wang Mingcheng menderita penyakit kanker perut yang tidak ada kemungkinan untuk disembuhkan lagi dan ia meminta untuk dilakukannya eutanasia atas dirinya namun ditolak oleh rumah sakit yang merawatnya. Akhirnya ia meninggal dunia dalam kesakitan.[17]

[sunting] Afrika Selatan

Di Afrika Selatan belum ada suatu aturan hukum yang secara tegas mengatur tentang eutanasia sehingga sangat memungkinkan bagi para pelaku eutanasia untuk berkelit dari jerat hukum yang ada.[18]

[sunting] Korea

Belum ada suatu aturan hukum yang tegas yang mengatur tentang eutanasia di Korea, namun telah ada sebuah preseden hukum (yurisprudensi)yang di Korea dikenal dengan "Kasus rumah sakit Boramae" dimana dua orang dokter yang didakwa mengizinkan dihentikannya penanganan medis pada seorang pasien yang menderita sirosis hati (liver cirrhosis) atas desakan keluarganya. Polisi kemudian menyerahkan berkas perkara tersebut kepada jaksa penuntut dengan diberi catatan bahwa dokter tersebut seharusnya dinayatakan tidak bersalah. Namun kasus ini tidak menunjukkan relevansi yang nyata dengan mercy killing dalam arti kata eutanasia aktif.
Pada akhirnya pengadilan memutuskan bahwa " pada kasus tertentu dari penghentian penanganan medis (hospital treatment) termasuk tindakan eutanasia pasif, dapat diperkenankan apabila pasien terminal meminta penghentian dari perawatan medis terhadap dirinya.[19]

[sunting] Eutanasia menurut ajaran agama

[sunting] Dalam ajaran gereja Katolik Roma

Sejak pertengahan abad ke-20, gereja Katolik telah berjuang untuk memberikan pedoman sejelas mungkin mengenai penanganan terhadap mereka yang menderita sakit tak tersembuhkan, sehubungan dengan ajaran moral gereja mengenai eutanasia dan sistem penunjang hidup. Paus Pius XII, yang tak hanya menjadi saksi dan mengutuk program-program egenetika dan eutanasia Nazi, melainkan juga menjadi saksi atas dimulainya sistem-sistem modern penunjang hidup, adalah yang pertama menguraikan secara jelas masalah moral ini dan menetapkan pedoman. Pada tanggal 5 Mei tahun 1980 , kongregasi untuk ajaran iman telah menerbitkan Dekalarasi tentang eutanasia ("Declaratio de euthanasia") [20] yang menguraikan pedoman ini lebih lanjut, khususnya dengan semakin meningkatnya kompleksitas sistem-sistem penunjang hidup dan gencarnya promosi eutanasia sebagai sarana yang sah untuk mengakhiri hidup. Paus Yohanes Paulus II, yang prihatin dengan semakin meningkatnya praktik eutanasia, dalam ensiklik Injil Kehidupan (Evangelium Vitae) nomor 64 yang memperingatkan kita agar melawan "gejala yang paling mengkhawatirkan dari `budaya kematian' dimana jumlah orang-orang lanjut usia dan lemah yang meningkat dianggap sebagai beban yang mengganggu." Paus Yohanes Paulus II juga menegaskan bahwa eutanasia merupakan tindakan belas kasihan yang keliru, belas kasihan yang semu: "Belas kasihan yang sejati mendorong untuk ikut menanggung penderitaan sesama. Belas kasihan itu tidak membunuh orang, yang penderitaannya tidak dapat kita tanggung" (Evangelium Vitae, nomor 66)[21][22]

[sunting] Dalam ajaran agama Hindu

Pandangan agama Hindu terhadap euthanasia adalah didasarkan pada ajaran tentang karma, moksa dan ahimsa.
Karma adalah merupakan suatu konsekwensi murni dari semua jenis kehendak dan maksud perbuatan, yang baik maupun yang buruk, lahir atau bathin dengan pikiran kata-kata atau tindakan. Sebagai akumulasi terus menerus dari "karma" yang buruk adalah menjadi penghalang "moksa" yaitu suatu ialah kebebasan dari siklus reinkarnasi yang menjadi suatu tujuan utama dari penganut ajaran Hindu.
Ahimsa adalah merupakan prinsip "anti kekerasan" atau pantang menyakiti siapapun juga.
Bunuh diri adalah suatu perbuatan yang terlarang di dalam ajaran Hindu dengan pemikiran bahwa perbuatan tersebut dapat menjadi suatu factor yang mengganggu pada saat reinkarnasi oleh karena menghasilkan "karma" buruk. Kehidupan manusia adalah merupakan suatu kesempatan yang sangat berharga untuk meraih tingkat yang lebih baik dalam kehidupan kembali.
Berdasarkan kepercayaan umat Hindu, apabila seseorang melakukan bunuh diri, maka rohnya tidak akan masuk neraka ataupun surga melainkan tetap berada didunia fana sebagai roh jahat dan berkelana tanpa tujuan hingga ia mencapai masa waktu dimana seharusnya ia menjalani kehidupan (Catatan : misalnya umurnya waktu bunuh diri 17 tahun dan seharusnya ia ditakdirkan hidup hingga 60 tahun maka 43 tahun itulah rohnya berkelana tanpa arah tujuan), setelah itu maka rohnya masuk ke neraka menerima hukuman lebih berat dan akhirnya ia akan kembali ke dunia dalam kehidupan kembali (reinkarnasi) untuk menyelesaikan "karma" nya terdahulu yang belum selesai dijalaninya kembali lagi dari awal.[23]

[sunting] Dalam ajaran agama Buddha

Ajaran agama Buddha sangat menekankan kepada makna dari kehidupan dimana penghindaran untuk melakukan pembunuhan makhluk hidup adalah merupakan salah satu moral dalam ajaran Budha. Berdasarkan pada hal tersebut di atas maka nampak jelas bahwa euthanasia adalah sesuatu perbuatan yang tidak dapat dibenarkan dalam ajaran agama Budha. Selain daripada hal tersebut, ajaran Budha sangat menekankan pada "welas asih" ("karuna")
Mempercepat kematian seseorang secara tidak alamiah adalah merupakan pelanggaran terhadap perintah utama ajaran Budha yang dengan demikian dapat menjadi "karma" negatif kepada siapapun yang terlibat dalam pengambilan keputusan guna memusnahkan kehidupan seseorang tersebut.[24]

[sunting] Dalam ajaran Islam

Seperti dalam agama-agama Ibrahim lainnya (Yahudi dan Kristen), Islam mengakui hak seseorang untuk hidup dan mati, namun hak tersebut merupakan anugerah Allah kepada manusia. Hanya Allah yang dapat menentukan kapan seseorang lahir dan kapan ia mati (QS 22: 66; 2: 243). Oleh karena itu, bunuh diri diharamkan dalam hukum Islam meskipun tidak ada teks dalam Al Quran maupun Hadis yang secara eksplisit melarang bunuh diri. Kendati demikian, ada sebuah ayat yang menyiratkan hal tersebut, "Dan belanjakanlah (hartamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik." (QS 2: 195), dan dalam ayat lain disebutkan, "Janganlah engkau membunuh dirimu sendiri," (QS 4: 29), yang makna langsungnya adalah "Janganlah kamu saling berbunuhan." Dengan demikian, seorang Muslim (dokter) yang membunuh seorang Muslim lainnya (pasien) disetarakan dengan membunuh dirinya sendiri.[25]
Eutanasia dalam ajaran Islam disebut qatl ar-rahmah atau taisir al-maut (eutanasia), yaitu suatu tindakan memudahkan kematian seseorang dengan sengaja tanpa merasakan sakit, karena kasih sayang, dengan tujuan meringankan penderitaan si sakit, baik dengan cara positif maupun negatif.
Pada konferensi pertama tentang kedokteran Islam di Kuwait tahun 1981, dinyatakan bahwa tidak ada suatu alasan yang membenarkan dilakukannya eutanasia ataupun pembunuhan berdasarkan belas kasihan (mercy killing) dalam alasan apapun juga .[26]

[sunting] Eutanasia positif

Yang dimaksud taisir al-maut al-fa'al (eutanasia positif) ialah tindakan memudahkan kematian si sakit—karena kasih sayang—yang dilakukan oleh dokter dengan mempergunakan instrumen (alat).
Memudahkan proses kematian secara aktif (eutanasia positif) adalah tidak diperkenankan oleh syara'. Sebab dalam tindakan ini seorang dokter melakukan suatu tindakan aktif dengan tujuan membunuh si sakit dan mempercepat kematiannya melalui pemberian obat secara overdosis dan ini termasuk pembunuhan yang haram hukumnya, bahkan termasuk dosa besar yang membinasakan.
Perbuatan demikian itu adalah termasuk dalam kategori pembunuhan meskipun yang mendorongnya itu rasa kasihan kepada si sakit dan untuk meringankan penderitaannya. Karena bagaimanapun si dokter tidaklah lebih pengasih dan penyayang daripada Yang Menciptakannya. Karena itu serahkanlah urusan tersebut kepada Allah Ta'ala, karena Dia-lah yang memberi kehidupan kepada manusia dan yang mencabutnya apabila telah tiba ajal yang telah ditetapkan-Nya.[27]

[sunting] Eutanasia negatif

Eutanasia negatif disebut dengan taisir al-maut al-munfa'il. Pada eutanasia negatif tidak dipergunakan alat-alat atau langkah-langkah aktif untuk mengakhiri kehidupan si sakit, tetapi ia hanya dibiarkan tanpa diberi pengobatan untuk memperpanjang hayatnya. Hal ini didasarkan pada keyakinan dokter bahwa pengobatan yang dilakukan itu tidak ada gunanya dan tidak memberikan harapan kepada si sakit, sesuai dengan sunnatullah (hukum Allah terhadap alam semesta) dan hukum sebab-akibat.
Di antara masalah yang sudah terkenal di kalangan ulama syara' ialah bahwa mengobati atau berobat dari penyakit tidak wajib hukumnya menurut jumhur fuqaha dan imam-imam mazhab. Bahkan menurut mereka, mengobati atau berobat ini hanya berkisar pada hukum mubah. Dalam hal ini hanya segolongan kecil yang mewajibkannya seperti yang dikatakan oleh sahabat-sahabat Imam Syafi'i dan Imam Ahmad sebagaimana dikemukakan oleh Syekhul Islam Ibnu Taimiyah, dan sebagian ulama lagi menganggapnya mustahab (sunnah).[28]

[sunting] Dalam ajaran gereja Ortodoks

Pada ajaran Gereja Ortodoks, gereja senantiasa mendampingi orang-orang beriman sejak kelahiran hingga sepanjang perjalanan hidupnya hingga kematian dan alam baka dengan doa, upacara/ritual, sakramen, khotbah, pengajaran dan kasih, iman dan pengharapan. Seluruh kehidupan hingga kematian itu sendiri adalah merupakan suatu kesatuan dengan kehidupan gerejawi. Kematian itu adalah sesuatu yang buruk sebagai suatu simbol pertentangan dengan kehidupan yang diberikan Tuhan. Gereja Ortodoks memiliki pendirian yang sangat kuat terhadap prinsip pro-kehidupan dan oleh karenanya menentang anjuran eutanasia.[29]

[sunting] Dalam ajaran agama Yahudi

Ajaran agama Yahudi melarang eutanasia dalam berbagai bentuk dan menggolongkannya kedalam "pembunuhan". Hidup seseorang bukanlah miliknya lagi melainkan milik dari Tuhan yang memberikannya kehidupan sebagai pemilik sesungguhnya dari kehidupan. Walaupun tujuannya mulia sekalipun, sebuah tindakan mercy killing ( pembunuhan berdasarkan belas kasihan), adalah merupakan suatu kejahatan berupa campur tangan terhadap kewenangan Tuhan.[30]
Dasar dari larangan ini dapat ditemukan pada Kitab Kejadian dalam alkitab Perjanjian Lama Kej 1:9 yang berbunyi :" Tetapi mengenai darah kamu, yakni nyawa kamu, Aku akan menuntut balasnya; dari segala binatang Aku akan menuntutnya, dan dari setiap manusia Aku akan menuntut nyawa sesama manusia".[31] Pengarang buku : HaKtav v'haKaballah menjelaskan bahwa ayat ini adalah merujuk kepada larangan tindakan eutanasia.[32]

[sunting] Dalam ajaran Protestan

Gereja Protestan terdiri dari berbagai denominasi yang mana memiliki pendekatan yang berbeda-beda dalam pandangannya terhadap eutanasia dan orang yang membantu pelaksanaan eutanasia.
Beberapa pandangan dari berbagai denominasi tersebut misalnya :[33]
  • Gereja Methodis (United Methodist church) dalam buku ajarannya menyatakan bahwa : " penggunaan teknologi kedokteran untuk memperpanjang kehidupan pasien terminal membutuhkan suatu keputusan yang dapat dipertanggung jawabkan tentang hingga kapankah peralatan penyokong kehidupan tersebut benar-benar dapat mendukung kesempatan hidup pasien, dan kapankah batas akhir kesempatan hidup tersebut".
  • Gereja Lutheran di Amerika menggolongkan nutrisi buatan dan hidrasi sebagai suatu perawatan medis yang bukan merupakan suatu perawatan fundamental. Dalam kasus dimana perawatan medis tersebut menjadi sia-sia dan memberatkan, maka secara tanggung jawab moral dapat dihentikan atau dibatalkan dan membiarkan kematian terjadi.
Seorang kristiani percaya bahwa mereka berada dalam suatu posisi yang unik untuk melepaskan pemberian kehidupan dari Tuhan karena mereka percaya bahwa kematian tubuh adalah merupakan suatu awal perjalanan menuju ke kehidupan yang lebih baik.
Lebih jauh lagi, pemimpin gereja Katolik dan Protestan mengakui bahwa apabila tindakan mengakhiri kehidupan ini dilegalisasi maka berarti suatu pemaaf untuk perbuatan dosa, juga dimasa depan merupakan suatu racun bagi dunia perawatan kesehatan, memusnahkan harapan mereka atas pengobatan.
Sejak awalnya, cara pandang yang dilakukan kaum kristiani dalam menanggapi masalah "bunuh diri" dan "pembunuhan berdasarkan belas kasihan (mercy killing) adalah dari sudut "kekudusan kehidupan" sebagai suatu pemberian Tuhan. Mengakhiri hidup dengan alasan apapun juga adalah bertentangan dengan maksud dan tujuan pemberian tersebut.

[sunting] Beberapa kasus menarik

[sunting] Kasus Hasan Kusuma - Indonesia

Sebuah permohonan untuk melakukan eutanasia pada tanggal 22 Oktober 2004 telah diajukan oleh seorang suami bernama Hassan Kusuma karena tidak tega menyaksikan istrinya yang bernama Agian Isna Nauli, 33 tahun, tergolek koma selama 2 bulan dan di samping itu ketidakmampuan untuk menanggung beban biaya perawatan merupakan suatu alasan pula. Permohonan untuk melakukan eutanasia ini diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Kasus ini merupakan salah satu contoh bentuk eutanasia yang di luar keinginan pasien. Permohonan ini akhirnya ditolak oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dan setelah menjalani perawatan intensif maka kondisi terakhir pasien (7 Januari 2005) telah mengalami kemajuan dalam pemulihan kesehatannya.[34]

[sunting] Kasus seorang wanita New Jersey - Amerika Serikat

Seorang perempuan berusia 21 tahun dari New Jersey, Amerika Serikat, pada tanggal 21 April 1975 dirawat di rumah sakit dengan menggunakan alat bantu pernapasan karena kehilangan kesadaran akibat pemakaian alkohol dan zat psikotropika secara berlebihan.Oleh karena tidak tega melihat penderitaan sang anak, maka orangtuanya meminta agar dokter menghentikan pemakaian alat bantu pernapasan tersebut. Kasus permohonan ini kemudian dibawa ke pengadilan, dan pada pengadilan tingkat pertama permohonan orangtua pasien ditolak, namun pada pengadilan banding permohonan dikabulkan sehingga alat bantu pun dilepaskan pada tanggal 31 Maret 1976. Pasca penghentian penggunaan alat bantu tersebut, pasien dapat bernapas spontan walaupun masih dalam keadaan koma. Dan baru sembilan tahun kemudian, tepatnya tanggal 12 Juni 1985, pasien tersebut meninggal akibat infeksi paru-paru (pneumonia).

[sunting] Kasus Terri Schiavo

Terri Schiavo
Lahir 3 Desember 1963
Pennsylvania
Terri Schiavo (usia 41 tahun) meninggal dunia di negara bagian Florida, 13 hari setelah Mahkamah Agung Amerika memberi izin mencabut pipa makanan (feeding tube) yang selama ini memungkinkan pasien dalam koma ini masih dapat hidup. Komanya mulai pada tahun 1990 saat Terri jatuh di rumahnya dan ditemukan oleh suaminya, Michael Schiavo, dalam keadaan gagal jantung. Setelah ambulans tim medis langsung dipanggil, Terri dapat diresusitasi lagi, tetapi karena cukup lama ia tidak bernapas, ia mengalami kerusakan otak yang berat, akibat kekurangan oksigen. Menurut kalangan medis, gagal jantung itu disebabkan oleh ketidakseimbangan unsur potasium dalam tubuhnya. Oleh karena itu, dokternya kemudian dituduh malapraktik dan harus membayar ganti rugi cukup besar karena dinilai lalai dalam tidak menemukan kondisi yang membahayakan ini pada pasiennya.
Setelah Terri Schiavo selama 8 tahun berada dalam keadaan koma, maka pada bulan Mei 1998 suaminya yang bernama Michael Schiavo mengajukan permohonan ke pengadilan agar pipa alat bantu makanan pada istrinya bisa dicabut agar istrinya dapat meninggal dengan tenang, namun orang tua Terri Schiavo yaitu Robert dan Mary Schindler menyatakan keberatan dan menempuh langkah hukum guna menentang niat menantu mereka tersebut. Dua kali pipa makanan Terri dilepaskan dengan izin pengadilan, tetapi sesudah beberapa hari harus dipasang kembali atas perintah hakim yang lebih tinggi. Ketika akhirnya hakim memutuskan bahwa pipa makanan boleh dilepaskan, maka para pendukung keluarga Schindler melakukan upaya-upaya guna menggerakkan Senat Amerika Serikat agar membuat undang-undang yang memerintahkan pengadilan federal untuk meninjau kembali keputusan hakim tersebut. Undang-undang ini langsung didukung oleh Dewan Perwakilan Amerika Serikat dan ditandatangani oleh Presiden George Walker Bush. Tetapi, berdasarkan hukum di Amerika kekuasaan kehakiman adalah independen, yang pada akhirnya ternyata hakim federal membenarkan keputusan hakim terdahulu.

[sunting] Kasus "Doctor Death"

Dr. Jack Kevorkian dijuluki "Doctor Death", seperti dilaporkan Lori A. Roscoe [35]. Pada awal April 1998, di Pusat Medis Adven Glendale[36] , California diduga puluhan pasien telah "ditolong" oleh Kevorkian untuk mengakhiri hidup. Kevorkian berargumen apa yang dilakukannya semata demi "menolong" pasien-pasiennya. Namun, para penentangnya menyebut apa yang dilakukannya adalah pembunuhan.

[sunting] Kasus rumah sakit Boramae - Korea

Pada tahun 2002, ada seorang pasien wanita berusia 68 tahun yang terdiagnosa menderita penyakit sirosis hati. Tiga bulan setelah dirawat, seorang dokter bermarga Park umur 30 tahun, telah mencabut alat bantu pernapasan (respirator) atas permintaan anak perempuan si pasien. Pada Desember 2002, anak lelaki almarhum tersebut meminta polisi untuk memeriksa kakak perempuannya beserta dua orang dokter atas tuduhan melakukan pembunuhan. Seorang dokter yang bernama dr. Park mengatakan bahwa si pasien sebelumnya telah meminta untuk tidak dipasangi alat bantu pernapasan tersebut. Satu minggu sebelum meninggalnya, si pasien amat menderita oleh penyakit sirosis hati yang telah mencapai stadium akhir, dan dokter mengatakan bahwa walaupun respirator tidak dicabutpun, kemungkinan hanya dapat bertahan hidup selama 24 jam saja.[37]

[sunting] Kasus BBC

Seorang warga Swiss bunuh diri dibantu medis atau euthanasia. Disaksikan keluarganya, ia menenggak obat mematikan di satu klinik di Swiss. Proses menuju kematian itu, disiarkan oleh televisi BBC. Kontroversi pun sontak merebak. Nama pria itu adalah Peter Smedley berusia 71 tahun dan sedang sakit parah yang tak mungkin disembuhkan lagi. Pemilik hotel ini pun memutuskan untuk mengakhiri penderitaan itu dengan cara meminum obat mematikan. Niatnya itu bisa terlaksana karena di negaranya, Swiss, euthanasia tidak terlarang. Ia pun meminta dokter di satu klik bernama Dignitas memberikan obat mematikan, barbituates. Entah bagaimana dia memberikan izin kepada Sir Terry Pratchett, pembawa acara Terry Pratchett: Choosing To Die, untuk merekam momen terakhirnya saat meminum racun. Itu terjadi sebelum Natal tahun lalu. Dalam gambar yang ditayangkan di BBC, sang pasien, Smedley, didampingi dokter dari klinik dan istrinya Christine. Dalam hitungan detik, ia meninggal di kursinya. Segera setelah tayangan itu, debat panas muncul di Twitter, media sosial lainnya serta media cetak membuat BBC dijuluki 'pemandu sorak' euthanasia. Warga pun menulis pengaduannya pada Dirjen Mark Thompson dan Kepala BBC Lord Patten mengenai acara itu. Warga menganggap acara ini 'tak pantas'. Kelompok amal, politik dan agama bergabung menyatakan acara ini 'propaganda' euthanasia. Dalam gugatan, tertulis, "Menayangkan kematian pasien di acara demi hiburan, BBC harus punya alasan kuat". Baroness Campbell of Surbiton, Baroness Finlay of Llandaff, Lord Alton of Liverpool dan Lord Charlie of Berriew mengatakan, BBC menayangkan acara ini guna mendukung bunuh diri yang dibantu. Alhasil, hampir 900 warga membuat pengaduan resmi pada BBC atas program itu. Juru bicara BBC menambahkan, "Terkait acara ini, kami punya 82 apresiasi dan 162 pengaduan, total pengaduan pun menjadi 898". Regulator media Ofcom sendiri mengakui seperti dikutip Dailymail, BBC mendapat 'banyak' pengaduan. [38] [39]